Abu Hurairah pernah menceritakan sabda Rasulullah yang menyebutkan: Sesungguhnya Rasulullah pernah ditanya, Amal apa yang paling utama? Beliau menjawab, Beriman kepada Allah dan rasul-Nya.Beliau ditanya lagi, Kemudian apa?Beliau menjawab, Jihad di jalan Allah.Beliau ditanya lagi, Kemudian apa lagi? Beliau menjawab, Haji Mabrur.(HR Bukhari).
Pertanyaan tentang perbuatan atau amalan apa yang paling utama sering dilontarkan para sahabat kepada Rasulullah, tujuannya tidak lain agar penanya tahu dan kemudian mengamalkan amalan terbaik itu.
Menurut hadis di atas, amalan terbaik sebagaimana disampaikan Rasulullah adalah, pertama, beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Iman kepada Allah bukan hanya mengakui- Nya sebagai tuhan yang patut disembah, tapi juga percaya dengan firman-Nya, percaya dan mengikuti perintah- perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya. Begitu pula iman kepada rasul atau utusan Allah.
Iman merupakan spirit yang menyatu dengan amal saleh, keduanya tidak bisa dipisahkan. Karena semua amal perbuatan yang tidak didasari oleh keimanan tidak akan diterima oleh Allah SWT. Begitu pula sebaliknya, keimanan tanpa dibuktikan dengan praktik amal saleh hanyalah pengakuan palsu tentang keimanan itu sendiri.
Kedua, jihad atau berjuang di jalan Allah. Jihad di sini bermakna luas tidak mesti berupa perang. Secara sederhana jihad bisa diartikan bersungguh- sungguh dalam memperjuangkan atau menegakkan agama Allah, apa pun bentuk perjuangannya.
Ibnul Qayyim membagi jihad menjadi empat tingkatan, yakni, jihad al-nafs (jihad melawan kebodohan diri dengan ilmu dan pemahaman yang benar), jihad al-syaithan(melawan syubhat), jihad al-kuffar wa al-Munafiqin(melawan orang- orang kafir dan makar orang-orang munafik), dan jihad arbab al-zhulm wa al-bida' wa al-munkarat(melawan dedengkot kezaliman, ahli bid'ah, dan tokoh-tokoh kemungkaran).
Dari pembagian ini, jihad yang bermakna perang hanya satu yaitu perang melawan orang-orang kafir dan munafik (munafik akidah), orang kafir pun tidak semua boleh diperangi hanya yang kafir harbi (mengganggu eksistensi umat Islam) saja yang boleh diperangi, itu pun harus sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang dibolehkan dalam tatakrama perang menurut Islam.
Ketiga, haji mabrur. Haji seseorang bisa dikatakan mabrur jika diterima (makbul) oleh Allah SWT agar hajinya diterima, maka pelaksanaan ibadah hajinya harus sah syarat dan rukunnya, atau sesuai dengan ketentuan- ketentuan yang telah diatur oleh Allah SWT dalam manasik haji.
Mabrur tidaknya haji seseorang bisa diketahui dari tanda-tandanya, di antaranya adalah harta yang dipakai untuk haji merupakan harta yang halal karena Allah Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik, selama pelaksanaan ibadah haji diliputi kebaikan dan tidak melakukan kemaksiatan.
Tanda lain yang sangat menonjol dari haji yang mabrur adalah setelah haji kebaikannya bertambah. Ibadahnya bertambah, baik secara kuantitas maupun kualitas, dan muamalahnya juga bertambah baik kepada orang- orang yang ada di sekitarnya.Haji seperti inilah yang dijanjikan surga oleh Allah SWT sebagaimana sabda Nabi, Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga. (HR Bukhari).