Linkarfakta.com,Yogyakarta - Terkait kejadian pemotongan nisan tanda salib di Kotagede, Yogya, Senin, 17 Desember 2018 lalu, Raja Keraton sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X secara khusus menyampaikan permohonan maafnya.
"Saya selaku pimpinan wilayah, memohon maaf kepada Bu Slamet dan seluruh keluarga, juga kevikepan DIY serta pihak Paroki Gereja Kotagede yang terganggu atas peristiwa itu,” ujar Sultan dengan suara bergetar di Balaikota Yogya Kamis 20 Desember 2018.
Nisan salib makam warga Katolik, Albertus Slamet Sugihardi yang berada di komplek pemakaman umum Jambon Kotagede dipotong bagian atasnya setelah muncul desakan warga kampung.
Alasannya warga hendak menjadikan komplek itu jadi pemakaman muslim dan bisa memicu konflik pada warga yang mayoritas muslim.
Sultan menegaskan Yogya masih menjadi kota yang penuh dengan toleransi. Menurut dia, dalam kasus pemotongan tanda salib itu, sudah ada kesepakatan sosial antar-warga di tataran bawah untuk menjaga kerukunan. Namun, ia melanjutkan, caranya tidak sesuai dengan konstitusi.
"Kami memahami dan mengerti aturan konstitusi dan perundangan. Namun, belum tentu masyarakat paham. Mungkin cari praktisnya, dasarnya kebersamaan untuk mencari solusi agar tak muncul gejolak," ujarnya.
Ia menuturkan, dari informasi yang diterima, warga kampung saat itu juga ikut membantu keluarga dalam mengurus pemakaman jenazah. Pemotongan tanda salib itu dilakukan setelah ada kesepakatan warga dan keluarga almarhum demi menjaga kerukunan.
"Warga saat itu mungkin hanya mengambil sisi praktisnya saja, padahal ada acuan kontitusi menyangkut simbol keagamaan. Ini yang tidak diperhatikan," kata Sultan.
Peristiwa pemotongan tanda salib ini lantas menjadi viral. Kejadian tersebut dikaitkan dengan intoleransi. "Saat peristiwa itu menjadi viral, itu sisi asin atau manisnya jadi dilebih-lebihkan,” ujarnya.
Menurut Sultan, kejadian itu menjadi pelajaran, terutama menyangkut nilai-nilai keagamaan di masyarakat yang sudah dijamin konstitusi. Ke depan, kesepakata-kesepakatan dalam upaya menjaga toleransi harus mengutamakan ketentutan kontitusi.
Sehingga ketika terjadi kesepakatan-kesepakatan dalam upaya menjaga toleransi juga mengedepankan soal ketentuan dalam konstitusi itu.***